Thursday, February 17, 2005

PDB 2004 Tumbuh 5,13 Persen

Jakarta, Kompas, Kamis, 17 Februari 2005

- Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diukur berdasarkan besaran produk domestik bruto atas dasar harga berlaku mencapai Rp 2.303 triliun, sedangkan berdasarkan harga konstan tahun 2000 senilai Rp 1.660,6 triliun.
Itu berarti pertumbuhannya mencapai 5,13 persen dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) 2003. Padahal, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2004, pertumbuhan PDB hanya ditargetkan 4,8 persen.
Berbeda dengan PDB dua tahun sebelumnya yang hanya didorong sektor konsumsi, pertumbuhan PDB 2004 didorong juga oleh sektor yang lebih fundamental, yakni investasi dan ekspor.
Pertumbuhan PDB terjadi di hampir semua sektor ekonomi, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Pertumbuhan tertinggi sektor pengangkutan dan komunikasi 12,7 persen, kemudian sektor bangunan, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 7,72 persen.
"Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004 didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat yang meliputi konsumsi rumah tangga 4,94 persen dan konsumsi pemerintah 1,95 persen. Ada pula pembentukan modal tetap bruto 15,71 persen dan ekspor," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum di Jakarta, Rabu (16/2).
Choiril menyebutkan, PDB per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2004 mencapai Rp 10,641 juta. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2003 yang hanya mencapai Rp 9,572 juta.
"Dalam dollar Amerika Serikat (AS), PDB per kapita tahun 2004 senilai 1.181,6 dollar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 1.115,7 dollar AS," kata Choiril.
Didorong investasi
Choiril menambahkan, pertumbuhan PDB tahun 2004 tidak hanya didorong oleh sektor konsumsi, melainkan juga diperkuat oleh dorongan dari sektor investasi. Penggunaan PDB sebagian besar masih untuk memenuhi konsumsi rumah tangga. "Sementara sisanya terbagi untuk konsumsi pemerintah sebesar 8,15 persen, untuk pembentukan modal tetap atau investasi fisik 20,99 persen, ekspor 30,91 persen, dan impor 26,93 persen," kata Choiril.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Rusman Heriawan mengatakan, kondisi PDB itu menunjukkan telah terjadi pergeseran dalam pemanfaatan penghasilan para pelaku ekonomi dari sektor konsumsi pada sektor investasi. Akibatnya, pemanfaatan penghasilan untuk konsumsi turun dari 67 persen lebih menjadi hanya 66,54 persen.
"Sementara investasi mulai meningkat. Ini diharapkan akan bertahan hingga tahun 2005. Hal itu tergantung investasi yang dilakukan pemerintah. Namun, kondisi investasi diperkirakan akan terus membaik seiring dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi," kata Rusman.
Peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih besar pada tahun 2005, lanjutnya, masih tetap terbuka. Hal itu dibuktikan dengan tingginya pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun 2004 yang mencapai 5,13 persen.
"Itu merupakan sebuah sinyal yang bagus bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2005 yang ditargetkan 5,5 persen dalam APBN akan dapat tercapai. Apalagi Indeks Tendensi Bisnis dan Konsumen triwulan pertama 2005 menunjukkan arah yang positif," kata Rusman.
Sehari sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan prospek ekonomi makro tahun 2005, yang menunjukkan masih tidak berubah sesuai dengan proyeksi sebelumnya. Berdasarkan penilaian awal, setelah memperhitungkan bencana gempa di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, perekonomian Indonesia akan tumbuh pada kisaran 5-6 persen dalam tahun 2005.
Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2005 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5-6 persen, dengan sumbangan investasi dan ekspor yang secara bertahap meningkat. "Berdasarkan data Desember 2004, jumlah kredit yang diberikan (termasuk channeling) meningkat Rp 117,9 triliun, atau tumbuh 24,7 persen dibandingkan dengan tahun 2003, hingga mencapai Rp 595,1 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) meningkat Rp 30,6 triliun menjadi Rp 963,1 triliun," ujar Kepala Biro Humas BI Rizal A Djaafara.
Belum maksimal
Pengamat Ekonomi Indef Iman Sugema menilai pertumbuhan PDB hingga 5,13 persen itu belum maksimal. Tingkat pertumbuhan PDB tersebut akan semakin kecil jika pemerintah mendasarkan pada harga konstan tahun 1993.
"Kalau menggunakan harga konstan tahun 1993, yakni hanya sekitar 4,8 persen. Jadi, jangan bangga dulu karena selisihnya hanya 0,2 persen. Ini sama sekali belum terasa oleh masyarakat kecil," ujar Iman.
Ia mengatakan, peran investasi yang mulai mendorong pertumbuhan PDB merupakan prestasi yang harus diakui. Namun, itu belum cukup. "Sumbangan investasi terhadap pertumbuhan PDB 2004 hanya 20,99 persen, lebih kecil dibanding sebelum krisis yang mencapai 30 persen," kata Iman.
Akan tetapi, pengamat pasar modal M Fendi Susiyanto menjelaskan, angka PDB tahun 2004 yang melebihi target bakal memunculkan ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih baik pada tahun 2005, terutama didorong investasi riil.
Menurut dia, keyakinan pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia semakin tinggi, melihat pendorong pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya sektor konsumsi, tetapi juga investasi riil, yang pada tahun-tahun sebelumnya sulit tumbuh.
"Pasar melihat telah terjadi pergeseran dari sektor konsumsi ke sektor riil. Ini jelas merupakan berita sangat positif bagi pelaku pasar modal. Terbukti, IHSG hari ini (kemarin-Red) langsung melonjak ke level tertinggi," katanya. (OIN/faj/dis)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home